Cara mengatasi konflik

Tuesday, November 24, 2009

Menurut Wiliam Hendrik konflik dapat dikelola dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut :

1. Integrating

Cara ini digunakan berdasarkan pada usaha-usaha untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yg bisa diterima oleh setiap anggota yaitu dengan cara mempersatukan. Penggunaan cara ini jika terjadi perbedaan pendapat ( Konflik ), maka penyelesaiannya kembali kepada persoalan awal. Masalah dibicarakan ulang sehingga konflik tidak terjadi lagi. Penggunaan cara ini jika waktu tidak terbatas, persoalannya kompleks, dan strategi jangka panjang.

2. Obliging

Menghargai status pihak lawan. Dengan menempatkan nilai tinggi pada orang lain, maka mereka akan merasa dihargai. Dengan begitu, bisa saja membuat mereka mengalah. Penggunaan cara ini memberikan topik permasalahan kepada lawan dan menanyakan penyelesaian permasalahan yang terjadi. Cara ini digunakan bila persoalan itu tidak terlalu penting, pengetahun manajer tidak terlalu luas.

3. Dominating

Keputusan yang dikeluarkan berdasarkan pada kepentingan diri sendiri. Dilakukan jika dalam hal mendesak dan terpaksa. Karena mempunyai keyakinan bahwa sebagai pemimpin mempunyai hak, maka cara ini diterapkan tanpa memperhatikan kepentingan orang lain sama sekali. Cara seperti ini digunakan bila persoalan tidak kompleks, waktu terbatas, solusi tidak populer, yang terlibat kurang ahli dan persoalan ini penting bagi manajer.

4. Avoiding

Cara yang dilakukan dengan menghindar dari persoalan karena tidak perlu solusi jangka panjang dan komitmen tidak dibutuhkan.

5. Compromising

Cara seperti ini penyelesaian persoalan yang terjadi berpusat pada jalan tengah, dimana semua anggota bersedia mengorbankan sesuatu demi tercapai penyelesaian konflik. Biasanya kedua pihak itu seimbang, dibutuhkan pemecahan yang cepat, masalah tidaklah kompleks, tidak butuh solusi jangka panjang.

Dari beberapa cara diatas dijelasksan bahwa cara untuk menyelesaikan konflik terdiri dari berbagai macam tehnik. Setiap cara yang dilakukan tergantung dari pemimpin yang menanganinya. Terjadinya konflik tidak dapat dicegah, yang ada adalah mengendalikannya. Kita perlu mengaggap konflik sebagai realita yang tidak perlu dihindari apalagi ditakuti karena persepsi seperti itu hanya mengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi.Sebaliknya konflik harus diterima sebagai sesuatu hal yang harus dikelola secara cerdas. Karena dalam kenyataannya, konflik tidak selamanya bersifat menghancurkan.

Mengelola konflik merupakan salah satu kunci utama dalam meraih “performance” yang optimal dalam setiap organisasi. Namun sering dalam praktek persepsi demikian tampaknya masih timpang. Organisasi yang berdiri tanpa konflik selalu dianggap sebagai kondisi yang ideal. Jarang sekali konflik dipandang sebagai “vitamin” kehidupan organisasi, tapi justru sebagai virus pembawa “penyakit”. Padahal apabila konflik dikelola secara cerdas akan sangat dekat korelasinya dengan kehidupan organisasi yang dinamis dan efektif.

Oleh karena itu konflik yang bersifat destruktif (menghancurkan) harus sesegera mungkin dicarikan solusinya. Dan sebaliknya, jika konflik yang bersifat positif harus ditangani secara tepat, cerdas dan profesional agar aspek organisasi itu semakin meningkat dan membangun.

Penyebab Timbulnya Konflik


Setiap konflik yang muncul disebabkan karena ada kondisi yang melatarbelakanginya. Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik. Sebelumnya disebutkan beberapa hal yang menyebabkan konflik antara lain: Sifat-sifat individu yang berbeda, perbedaan kepentingan, komunikasi yang kurang baik, Perbedaan nilai ataupun pendapat, ukuran organisasi dan sebagainya. Disini akan dijelaskan beberapa dari faktor diatas yang menyebabkan terjadinya konflik.


1. Komunikasi

Komunikasi yang kurang baik, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam berkomunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi pendukung untuk terciptanya konflik.


2. Kepribadian

Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi kepribadian yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan berbedanya prilaku individu dengan individu yang lain. Kepribadian individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika kondisi tersebut terjadi dalam kelompok dan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik.. Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secaraverbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.


3. Ukuran Organisasi

Istilah ukuran organisasi dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup beberapa ruang lingkup yaitu ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.


Dengan faktor-faktor yang ada diatas, diharapkan konflik tidak meluas ke seluruh organisasi yang akhirnya mempengaruhi kinerja anggota. Untuk itulah maka pemimpin harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik, sehingga konflik tidak menjadi faktor yang mengancam keberlangsungan jalannya organisasi, tetapi menjadi faktor yang fungsional untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Pengertian Konflik Dalam Organisasi


Pengertian konflik menurut Rue dan Byar disebutkan bahwa konflik adalah suatu kondisi perilaku yang tidak tersembunyi atau tidak disembunyikan dimana satu pihak ingin memenangkan kepentingannya sendiri diatas kepentingan pihak lain.

Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik biasanya dilatarbelakangi oleh individu maupun kelompok karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat dalam hal tujuan yang akan dicapai. Konflik atau perbedan merupakan suatu hal yang sering terjadi didalam suatu organisasi. Bukan hanya dalam hal berorganisasi tetapi hal ini juga sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat Dalam proses interaksi antara suatu hal dengan hal lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian antara individu atau kelompok pelaksananya. Setiap saat konflik dapat saja muncul, baik antar individu maupun antarkelompok dalam organisasi. Beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya konflik tersebut, antara lain:

1. Sifat-sifat individu yang berbeda,

2. Perbedaan kepentingan,

3. Komunikasi yang kurang baik,

4. Perbedaan nilai ataupun pendapat, dan sebagainya.

Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat menyebabkan organisasi ke dalam suasana konflik. Konflik seringkali menjadi masalah dalam setiap organisasi, tanpa peduli besar maupun kecil tingkatan organisasi tersebut. Konflik tersebut mungkin tidak membawa kehancuran bagi organisasi itu, tetapi pasti dapat menurunkan kinerja organisasi itu, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian seorang pimpinan dalam berorganisasi untuk mengelola konflik sangat diperlukan. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dapat diselesaikan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi masalah dalam peningkatan kinerja di dalam organisasi itu.

Suatu konflik dapat bernilai positif, jika dapat dikelola dengan baik dan diarahkan secara positif untuk membangun situasi yang lebih baik. Tetapi jika sebaliknya, konflik dapat menjadi masalah dalam organisasi itu sendiri. Konflik perlu direspon untuk menentukan strategi penyelesaian masalah dan cara mengatasinya. Apabila setiap konflik dapat ditangani maka setiap keputusan maupun pendapat dalam organisasi bukan masalah karena dapat diselesaikan dengan baik.

Lacey (2003:20) memperingatkan bahwa, pemecahan konflik bukanlah berarti menghilangkan konflik, melainkan menyambutnya dengan baik dalam kehidupan kita, belajar dari hal itu dan terus bergerak maju.

Rencana Kerja dalam Organisasi


Rencana kerja merupakan sebagai pusat keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara jelas dan terarah tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang di dalam pencapaian suatu tujuan sebelum organisasi itu didirikan, karena tanpa adanya rencana kerja ,maka tidak ada dasar untuk melaksanakan segala kegiatan organisasi yang telah didirikan.

Untuk memperoleh rencana kerja yang baik beberapa hal harus diperhatikan yaitu, Kegiatan apa yang akan dilaksanakan, Mengapa kegiatan itu dilakukan, bagaimana cara melakukan kegiatan itu, siapa-siapa saja yang akan terlibat dalam kegiatan itu, kapan dan dimana kegiatan itu akan dilakukan. Setelah hal-hal diatas terpenuhi maka pelaksanaan kegiatan dalam suatu organisasi akan berjalan dengan baik.

Misalnya dalam OSIS. OSIS melaksanakan suatu kegiatan sosial, Membantu saudara – saudara panti asuhan. Kegiatan itu dilakukan untuk membantu saudara-saudara yang ada di panti asuhan, saling membantu dalam kehidupan. Cara melakukannya, dengan adanya kegiatan itu maka semua siswa yang ingin membantu saudara-saudara dapat berpartisipasi dengan cara dapat menyumbang berupa uang, pakaian, makanan, maupun keperluah sehari-hari lainnya. Semua siswa diajukan untuk terlibat dalam masalah ini. Dan ditentukan kapan kegiatan itu akan dilaksanakan. Setelah rencana kerja dalam kegiatan terperinci secara jelas dan terarah maka hanya tinggal menjalankan kegiatan itu dengan penuh tanggungjawab.

Tetapi sebaliknya jika dalam menjalankan kegiatan itu tidak memiliki rencana kerja yang jelas segala kegiatan dalam suatu organisasi tidak akan berjalan dengan baik atau disebut juga salah langkah. Dengan terjadinya salah langkah maka setiap anggota akan saling menyalahkan. Hal ini akan memperburuk kegiatan yang telah dilaksanakan.

Oleh sebab itu sebelum menjalankan kegiatan dalam organisasi harus mempunyai rencana kerja yang matang agar kedepannya berjalan dengan baik dan memajukan organisasi itu sendiri.