Menurut Wiliam Hendrik konflik dapat dikelola dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut :
1. Integrating
Cara ini digunakan berdasarkan pada usaha-usaha untuk mengamati perbedaan dan mencari solusi yg bisa diterima oleh setiap anggota yaitu dengan cara mempersatukan. Penggunaan cara ini jika terjadi perbedaan pendapat ( Konflik ), maka penyelesaiannya kembali kepada persoalan awal. Masalah dibicarakan ulang sehingga konflik tidak terjadi lagi. Penggunaan cara ini jika waktu tidak terbatas, persoalannya kompleks, dan strategi jangka panjang.
2. Obliging
Menghargai status pihak lawan. Dengan menempatkan nilai tinggi pada orang lain, maka mereka akan merasa dihargai. Dengan begitu, bisa saja membuat mereka mengalah. Penggunaan cara ini memberikan topik permasalahan kepada lawan dan menanyakan penyelesaian permasalahan yang terjadi. Cara ini digunakan bila persoalan itu tidak terlalu penting, pengetahun manajer tidak terlalu luas.
3. Dominating
Keputusan yang dikeluarkan berdasarkan pada kepentingan diri sendiri. Dilakukan jika dalam hal mendesak dan terpaksa. Karena mempunyai keyakinan bahwa sebagai pemimpin mempunyai hak, maka cara ini diterapkan tanpa memperhatikan kepentingan orang lain sama sekali. Cara seperti ini digunakan bila persoalan tidak kompleks, waktu terbatas, solusi tidak populer, yang terlibat kurang ahli dan persoalan ini penting bagi manajer.
4. Avoiding
Cara yang dilakukan dengan menghindar dari persoalan karena tidak perlu solusi jangka panjang dan komitmen tidak dibutuhkan.
5. Compromising
Cara seperti ini penyelesaian persoalan yang terjadi berpusat pada jalan tengah, dimana semua anggota bersedia mengorbankan sesuatu demi tercapai penyelesaian konflik. Biasanya kedua pihak itu seimbang, dibutuhkan pemecahan yang cepat, masalah tidaklah kompleks, tidak butuh solusi jangka panjang.
Dari beberapa cara diatas dijelasksan bahwa cara untuk menyelesaikan konflik terdiri dari berbagai macam tehnik. Setiap cara yang dilakukan tergantung dari pemimpin yang menanganinya. Terjadinya konflik tidak dapat dicegah, yang ada adalah mengendalikannya. Kita perlu mengaggap konflik sebagai realita yang tidak perlu dihindari apalagi ditakuti karena persepsi seperti itu hanya mengganggu pelaksanaan kegiatan organisasi.Sebaliknya konflik harus diterima sebagai sesuatu hal yang harus dikelola secara cerdas. Karena dalam kenyataannya, konflik tidak selamanya bersifat menghancurkan.
Mengelola konflik merupakan salah satu kunci utama dalam meraih “performance” yang optimal dalam setiap organisasi. Namun sering dalam praktek persepsi demikian tampaknya masih timpang. Organisasi yang berdiri tanpa konflik selalu dianggap sebagai kondisi yang ideal. Jarang sekali konflik dipandang sebagai “vitamin” kehidupan organisasi, tapi justru sebagai virus pembawa “penyakit”. Padahal apabila konflik dikelola secara cerdas akan sangat dekat korelasinya dengan kehidupan organisasi yang dinamis dan efektif.
Oleh karena itu konflik yang bersifat destruktif (menghancurkan) harus sesegera mungkin dicarikan solusinya. Dan sebaliknya, jika konflik yang bersifat positif harus ditangani secara tepat, cerdas dan profesional agar aspek organisasi itu semakin meningkat dan membangun.